KESAMAAN NAMA ATAU TEMPAT HANYALAH KEBETULAN BELAKA

Senin, Maret 08, 2010

testing

Namun demikian, sebuah puisi pada dasarnya merupakan rangkaian kata-kata yang mengandung unsur keindahan. Keindahan sebuah puisi tidak hanya terletak pada makna yang ditimbulkannya, tetapi juga pada rangkaian kata-katanya. Dengan kata lain, puisi merupakan ekpresi yang kongkret dan artistik pikiran manusia yang diungkapkan melalui bahasa yang emosional dan berirama.

Membaca puisi tentunya dapat dilakukan oleh semua orang, tetapi menangkap makna yang tersirat dalam puisi dan menikmati keindahan puisi tentunya tidak dapat dilakukan oleh banyak orang. Sebetulnya dengan menangkap nuansa yang muncul dari bunyi-bunyi yang terdengar ketika puisi itu dibaca, kita dapat merasakan emosi yang ingin diungkapkan oleh penulisnya.

Membaca puisi-puisi Irwan, emosi pembaca seolah tergiring melalui rangkaian kata yang dibangunnya. Puisi Irwan, “Aku”, mengandung kakafoni, bunyi suara yang parau, yang menggambarkan kegelisahan penulisnya. Kata-kata yang digunakan Irwan dalam puisi “Aku” banyak mengandung unsur bunyi /r/ dan /g/ yang memberikan suasana yang kacau balau, sedih, dan tidak menyenangkan.

/Aku /ruh dan raga /raga atas sukma jiwa /Aku /Jiwa yang senantiasa muda /dan benar /raga menjadi renta /kala tiada /tidak /Aku /melainkan mereka /terpisah hidup di tempat tak nyata /ruh maya raga merana /raga fana ruh berduka /adalah mereka /bukan dia /ruh dan raga /Aku//. Dalam kutipan puisi di atas, kombinasi bunyi-bunyi konsonan seperti /g/, /r/. Dan /k/ memberikan suasana yang sedih dan tidak menyenangkan. Melalui bunyi-bunyi yang ditimbulkan ketika membaca puisi ini, pembaca dapat menangkap isyarat bahwa puisi itu lahir dari rasa sedih dan kecewa yang dialami penulisnya.

Kesedihan dan kekecewaan yang digambarkan dalam puisi ”Aku” ini tidak hanya terlihat dari bunyi-bunyi konsonan yang terdapat di dalamnya. Dalam setiap kata yang digunakan pun dapat dirasakan nuansa kesedihan dan kekecewaan /raga menjadi renta/…/ruh maya raga merana/raga fana ruh berduka/.

Hal yang sama juga terlihat pada puisi ”Bintang yang Meredup”. Dalam puisi ini juga banyak terdapat bunyi-bunyi konsonan yang menimbulkan suara ”parau”, seperti bunyi /t/, /g/, /k/, /b/, dan /d/. Nuansa yang terbangun ketika kita membaca puisi ini pun penuh dengan kesedihan dan kekecewaan. Selain dari nuansa bunyi yang ditimbulkan, dari judulnya pun sudah dapat dirasakan kesedihan yang diungkapkan penulis melalui puisinya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger